Namaku Razan, sebuah nama indah yang diberi oleh Ayah dan ibuku. Aku berasal dari Syria, dan umurku kini 8 tahun.
Aku mempunyai sebuah cerita yang ingin kubagikan bersama saudara muslimku di luar sana.
Aku tinggal di kota Daraya, sebuah kawasan di tepi Damaskus. Apakah kamu tahu kota Daraya? Dulu ia adalah tempat yang sangat indah dan menyenangkan bagiku. Bila hari libur musim panas tiba, aku dan kawan-kawan akan menghabiskan masa libur kami untuk ke masjid dan menghafal Al-Quran, lalu kami pergi bermain berlarian di kebun diantara pohon-pohon zaitun, pohon aprikot dan bunga-bunga melati.
Dan bila musim dingin tiba, aku dan kawan-kawan akan bergembira menunggu-nunggu salju turun di kota kami agar kami dapat berlarian diatas putihnya tanah, membuat boneka salju dan bermain lempar-lemparan salju.
Seperti kawasan-kawasan di pinggir Damaskus lainnya, Daraya, Muadhamiyah, Ghoutah sebelumnya memiliki tanah-tanah yang subur dan kami merupakan pemasok sayur-sayuran dan buah-buahan ke beberapa kawasan di Syria.
Hingga akhirnya rezim Basyar semakin menunjukkan kezhalimannya terhadap kami dan mengirimkan tentaranya untuk menyerang kami, siang dan malam mereka menyerang rumah-rumah kami tanpa lelah. Mereka ingin meneror kami dengan berbagai cara, dengan roket, bom, tank-tank besi, peluru-peluru sniper, menculik dan menahan kami dipenjara tanpa alasan yang jelas. Mereka membuat kami semua ketakutan.
Bukan hanya aku yang mengatakan bahwa rezim Assad itu kejam dan zhalim, bahkan anak-anak yang lebih kecil dariku mengatakan hal yang sama. Kami mendoakan kehancuran bagi Assad dan orang-orang yang membantu mereka.
Sudah lebih dari setahun kota kami berada dibawah kepungan. Dapatkah kalian membayangkan itu? berada didalam kepungan tentara-tentara kejam yang tak memiliki hati. Mereka tidak membiarkan kami melewati pos-pos perbatasan militer yang mereka buat untuk membantasi antar kota dan desa.
Aku tidak berani mendekat ke arah pos-pos perbatasan, mendengarnya saja sudah membuatku takut. Dari pos-pos perbatasan itu mereka menyerang rumah-rumah kami, sekolah, rumah sakit, dan ladang-ladang perkebunan kami. Mereka menyerang kami dengan berbagai jenis rudal dan peluru. Tidak hanya dari darat, namun tentara-tentara itu menyerang kami dari udara, dengan jet-jet tempur dan helikopter.
Pengepungan dan serangan tanpa henti selama lebih dari setahun membuat kami telah kehabisan makanan, mereka tidak membiarkan pasokan makanan ataupun obat-obatan masuk ke kota kami.
Setiap hari kami hanya memakan beberapa buah zaitun, karena itu saja yang masih tersisa dan kami simpan baik-baik. Terkadang ibu mencari beras atau bayam bagi menggantikan buah zaitun. Kami tidak mendapatkan gandum yang bisa kami gunakan untuk membuat roti, makanan pokok rakyat Syria.
Rumahku telah hancur dalam serangan bom dan ayahku mengalami cedera dalam serangan itu. Ibuku menangis karena tidak dapat memberikan ayahku obat-obatan yang dia butuhkan untuk mengobati luka dan rasa sakitnya.
Aku merasa sangat terluka dan sedih mendengar tangisan ibuku. Terkadang, ibu juga menangisi abangku yang kini ditahan di dalam penjara rezim, ia ditahan dengan alasan yang tidak jelas dan kami hingga kini tidak tahu bagaimana keadaannya.. apakah ia masih hidup atau tidak..
Sudah setahun aku tidak pergi ke sekolah. Namun aku memiliki sebuah cita-cita, aku ingin menjadi seorang guru sains.
Sekarang, aku mengajar adik-adikku di rumah agar mereka tidak ketinggalan pelajaran sepertiku. Aku berdoa agar peperangan ini segera berakhir dan Syria kembali tenang dan bebas dari kezhaliman rezim sehingga aku dapat meneruskan belajar seperti dulu lagi.
Aku tinggal di kota Daraya, sebuah kawasan di tepi Damaskus. Apakah kamu tahu kota Daraya? Dulu ia adalah tempat yang sangat indah dan menyenangkan bagiku. Bila hari libur musim panas tiba, aku dan kawan-kawan akan menghabiskan masa libur kami untuk ke masjid dan menghafal Al-Quran, lalu kami pergi bermain berlarian di kebun diantara pohon-pohon zaitun, pohon aprikot dan bunga-bunga melati.
Dan bila musim dingin tiba, aku dan kawan-kawan akan bergembira menunggu-nunggu salju turun di kota kami agar kami dapat berlarian diatas putihnya tanah, membuat boneka salju dan bermain lempar-lemparan salju.
Seperti kawasan-kawasan di pinggir Damaskus lainnya, Daraya, Muadhamiyah, Ghoutah sebelumnya memiliki tanah-tanah yang subur dan kami merupakan pemasok sayur-sayuran dan buah-buahan ke beberapa kawasan di Syria.
Hingga akhirnya rezim Basyar semakin menunjukkan kezhalimannya terhadap kami dan mengirimkan tentaranya untuk menyerang kami, siang dan malam mereka menyerang rumah-rumah kami tanpa lelah. Mereka ingin meneror kami dengan berbagai cara, dengan roket, bom, tank-tank besi, peluru-peluru sniper, menculik dan menahan kami dipenjara tanpa alasan yang jelas. Mereka membuat kami semua ketakutan.
Bukan hanya aku yang mengatakan bahwa rezim Assad itu kejam dan zhalim, bahkan anak-anak yang lebih kecil dariku mengatakan hal yang sama. Kami mendoakan kehancuran bagi Assad dan orang-orang yang membantu mereka.
Sudah lebih dari setahun kota kami berada dibawah kepungan. Dapatkah kalian membayangkan itu? berada didalam kepungan tentara-tentara kejam yang tak memiliki hati. Mereka tidak membiarkan kami melewati pos-pos perbatasan militer yang mereka buat untuk membantasi antar kota dan desa.
Aku tidak berani mendekat ke arah pos-pos perbatasan, mendengarnya saja sudah membuatku takut. Dari pos-pos perbatasan itu mereka menyerang rumah-rumah kami, sekolah, rumah sakit, dan ladang-ladang perkebunan kami. Mereka menyerang kami dengan berbagai jenis rudal dan peluru. Tidak hanya dari darat, namun tentara-tentara itu menyerang kami dari udara, dengan jet-jet tempur dan helikopter.
Pengepungan dan serangan tanpa henti selama lebih dari setahun membuat kami telah kehabisan makanan, mereka tidak membiarkan pasokan makanan ataupun obat-obatan masuk ke kota kami.
Setiap hari kami hanya memakan beberapa buah zaitun, karena itu saja yang masih tersisa dan kami simpan baik-baik. Terkadang ibu mencari beras atau bayam bagi menggantikan buah zaitun. Kami tidak mendapatkan gandum yang bisa kami gunakan untuk membuat roti, makanan pokok rakyat Syria.
Rumahku telah hancur dalam serangan bom dan ayahku mengalami cedera dalam serangan itu. Ibuku menangis karena tidak dapat memberikan ayahku obat-obatan yang dia butuhkan untuk mengobati luka dan rasa sakitnya.
Aku merasa sangat terluka dan sedih mendengar tangisan ibuku. Terkadang, ibu juga menangisi abangku yang kini ditahan di dalam penjara rezim, ia ditahan dengan alasan yang tidak jelas dan kami hingga kini tidak tahu bagaimana keadaannya.. apakah ia masih hidup atau tidak..
Sudah setahun aku tidak pergi ke sekolah. Namun aku memiliki sebuah cita-cita, aku ingin menjadi seorang guru sains.
Sekarang, aku mengajar adik-adikku di rumah agar mereka tidak ketinggalan pelajaran sepertiku. Aku berdoa agar peperangan ini segera berakhir dan Syria kembali tenang dan bebas dari kezhaliman rezim sehingga aku dapat meneruskan belajar seperti dulu lagi.
0 Komentar:
Posting Komentar